ads

Thursday, December 30, 2010

Amputasi Penis

Seorang pria harus merelakan penisnya diamputasi karena digerogoti kanker ganas yang terlambat mendapat penanganan. Gejala kanker sudah dirasakan sejak tahun lalu, namun dokter mengira hanya radang saluran kencing yang tidak berbahaya.

Pria yang tidak disebutkan namanya tersebut memeriksakan dirinya untuk pertama kali pada September 2009 di sebuah klinik di Blekinge, Swedia selatan. Ketika itu ia datang dengan gejala infeksi saluran kencing dan ia hanya mendapat pegobatan antibiotik.

Pada Maret 2010, pasien berusia 60-an tahun tersebut kembali lagi ke klinik tersebut dengan keluhan yang sama namun disertai iritasi pada kulit penutup kepala penis yang kebetulan tidak disunat. Lagi-lagi dokter mendiagnosis gejala tersebut sebagai radang yang tidak membahayakan.

Namun hingga 3 bulan kemudian gejala yang dirasakan tidak kunjung membaik meski obat yang diberikan telah dikonsumsi sesuai anjuran. Akhirnya dokter klinik merujuk si pasien ke Rumah Sakit Blekinge untuk mendapat penanganan yang lebih intensif.

Pemeriksaan di rumah sakit tersebut ternyata tidak bisa segera dilakukan, sementara keluhannya makin memburuk. Pasien malang ini harus menunggu sekitar 5 bulan lagi hingga akhirnya bisa dilayani dan dibuatkan janji dengan dokter yang akan memeriksanya.

Pemeriksaan akhirnya bisa dilakukan, tapi sayang iritasi yang selama ini disangka radang ternyata adalah sejenis kanker ganas. Parahnya, dokter sudah tidak punya banyak pilihan selain mengamputasi penis si pasien untuk mencegah penyebaran sel kanker ke jaringan lain di sekitarnya.

Pasien menduga telah terjadi kesalahan diagnosis oleh dokter klinik yang memberinya antibiotik dan antiradang. Jika gejala kanker bisa terdeteksi lebih dini, ia yakin kanker tersebut masih bisa dikendalikan sehingga penisnya tidak harus diamputasi.

Dikutip dari media setempat, Thelokal.se, Jumat (31/12/2010), kasus ini telah dilaporkan ke Badan Nasional untuk Kesehatan dan Kesejahteraan Swedia (Socialstyrelsen). Dokter klinik akan diperiksa dengan Lex Maria, yakni undang-undang yang mengatur malpraktik di sistem layanan kesehatan di Swedia.[detik.health]

No comments:

Post a Comment

Masukkan email Anda di sini untuk berlangganan info kesehatan dan kecantikan: